Mahatma Gandhi, tokoh dunia penakluk kekerasan asal India itu memang sudah wafat 30 Januari 1948 silam. Akan tetapi kehidupannya yang penuh nilai-nilai keluhuran budi manusia tetap relevan, terutama bagi kita bangsa Indonesia yang mengalami krisis multidimensi. Kehidupannya yang sederhana itu penuh keteladanan.
Bahwa bicara hidup sederhana
tidak bisa melupakan Mahatma Gandhi bukanlah sikap yang berlebihan. Itu karena
kita, bangsa Indonesia, dihadapi kenyataan langkanya sosok pemimpin di sekitar
kita yang hidup dengan sederhana.
Kita mengalami krisis
keteladanan dengan ketiadaan pemimpin yang hidup sederhana, apalagi berharap
menemukan seseorang yang menyerupai Gandhi, sang mahatma (Jiwa Agung),
yang lebih dari sekadar sederhana, ia juga mengorbankan dirinya dengan
hidup ikhlas penuh penderitaan demi keberhasilan perjuangan melawan penjajah
Inggris.
Selain dikenal sebagai tokoh
penganjur perdamaian dan anti kekerasan, dunia mengakuinya sebagai pemimpin
yang menghindari apa yang disebutnya sebagai kesenangan sesaat terhadap harta,
kekuasaan dan wanita. Sikapnya itu tampak dari kehidupan kesehariannya hingga
akhir hayat.
Gelar “mahatma” diberikan
rakyatnya karena sikap hidupnya yang terpuji. Hal itu terwujud dalam pikiran,
ucapan dan tindakannya yang satu kata dengan perbuatan. Dengan tubuh kecil,
bergigi ompong dan tubuh hanya dibalut selembar kain putih, Mahatma Gandhi atau
yang oleh bangsa India dipanggil bapu (bapak kecil), pemimpin Kongres Nasional
India terbesar di India itu mengejutkan banyak orang di berbagai belahan dunia
karena sikapnya yang tidak berubah, yakni menolak tawaran menjadi Presiden
India setelah berhasil memperjuangkan kemerdekaan India. Ia juga menolak
fasilitas negara yang diberikan kepadanya selaku pemimpin kongres.
Stanley Wolpert, penulis
biografi Gandhi dalam bukunya Gandhi’s Passion, The Life and Legacy of Mahatma
Gandhi mencatan tokoh pemimpin berpengaruh di dunia itu selalu menolak
bepergian dengan mobil. Ia kerap memilih berjalan kaki atau menumpang kereta
kelas tiga. Ia tidak sedikitpun tergoda dengan harta ketika mendapati diri
berada di puncak kekuasaan tertinggi di India.
Untuk menderita dan mengalami
kehidupan sebagaimana kehidupan para petani dan orang tanpa kasta atau
termiskin di India, Gandhi meninggalkan nasib baiknya terlahir sebagai anak
seorang pejabat India yang secara ekonomi tergolong kaya. Ia meninggalkan
rumahnya yang nyaman demi menikmati kehidupannya yang selalu berpuasa dan
berkorban untuk kepentingan rakyat, sekalipun dengan perbuatan itu ia dianggap
sebagai orang gila.
“Saya percaya bahwa jika India,
dan kemudia seluruh dunia, ingin mendapatkan kebebasan yang sebenarnya,
maka…..Kita harus pergi dan tinggal di desa-desa, di gubug-gubug, bukan di Istana,”
pesan Gandhi suatu hari kepada Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru. Gandhi
berusaha meyakinkan Nehru tentang pentingnya hidup sederhana.
Bagi Gandhi, hidup sederhana
adalah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan India dari kehancuran akibat perang
dan perebutan kekuasaan. Gandhi menjalani hidup sederhana karena keyakinannya
yang dalam akan manfaat hidup sederhana, baik bagi pribadi setiap orang, bagi
sebuah keluarga, maupun bagi masyarakat bangsa di setiap negara di dunia.
Pengaruh dari teladan hidup sederhana Gandhi telah mengakibatkan perubahan
besar dalam pola hidup masyarakat India saat itu.
Posting Komentar