Menurut Wikipedia, Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang 
sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan 
"Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu.
Prasejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia modern muncul kira-kira sekitar masa 
Pleistocene ketika masih terhubung dengan Asia Daratan. Pemukim pertama 
wilayah tersebut yang diketahui adalah manusia Jawa pada masa sekitar 
500.000 tahun lalu. Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini 
terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es.
Era pra kolonial
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan 
Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Kerajaan 
Tarumanagara menguasai Jawa Barat sekitar tahun 400. Pada tahun 425 
agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut. Pada masa Renaisans Eropa,
 Jawa dan Sumatra telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun
 dan sepanjang dua kerajaan besar yaitu Majapahit di Jawa dan Sriwijaya 
di Sumatra sedangkan pulau Jawa bagian barat mewarisi peradaban dari 
kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda.
Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan 
bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan
 Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad 
ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah
 Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. 
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat 
dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah 
kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 
1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah 
yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh 
Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi 
hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita 
Ramayana.
Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12,
 namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 
Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat 
internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di 
Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak 
abad 7. Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga 
abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di 
pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi 
politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya
 Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar 
bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang 
bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja
 yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu 
raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di 
wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu 
wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau
 jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain
 dengan Tuhan.
Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan 
hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya 
ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan 
Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” 
Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula 
Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza 
Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya 
Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. 
Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan
 pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah 
Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 
1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke 
penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan 
utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap 
mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, 
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad 
ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di 
kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar
 Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan
 utusan dari pemerintahan islam yg datang dari luar Indonesia, maka 
untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja 
melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada 
para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam
 dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan 
ahli kerajaan/kesultanan lah yang pertama mengadopsi agama baru 
tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting termasuk Samudra Pasai, Kesultanan
 Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, 
Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan 
Kesultanan Tidore di Maluku di timur.
Kolonisasi Belanda
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah 
yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara 
kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya 
yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai 
Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia 
bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 
tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari 
Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan 
masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah 
Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu 
kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi 
sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan 
kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
VOC
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung 
oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan 
Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie 
atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan 
aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 
1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan 
rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan 
ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil 
rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba 
berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk 
Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan
 Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian
 mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau 
budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam 
politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa 
peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan 
Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah 
Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah 
pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada 
tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal 
sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam 
sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang 
menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. 
Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa 
kekayaan yang besar kepada para pelaksananya – baik yang Belanda maupun 
yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan 
dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Kebijakan 
Beretika (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi 
yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit 
perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah 
Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di 
sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara 
Indonesia saat ini.
Gerakan nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, [Serikat Dagang Islam] 
dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis 
berikutnya, [Budi Utomo]. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang 
Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis 
berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan 
pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak 
dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden 
Indonesia yang pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. 
Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor 
untuk Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan 
untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan
 Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di
 bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk 
mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang 
terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Era Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan 
kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan 
jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan
 para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, 
pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, 
tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. 
Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, 
mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang 
dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan 
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan 
Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan 
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, 
Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme 
perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru 
tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis 
Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat 
diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka 
dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang 
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Era kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat
 keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan “Proklamasi”
 pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio 
dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, 
Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung 
berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 
melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil 
Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari 
sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 
sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok 
ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki 
Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan 
(tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa 
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Perang kemerdekaan
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati 
dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang 
konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai
 yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. 
Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota 
kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta 
sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 
Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana 
dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia.
 Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang 
terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan
 bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada 
partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 
1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih 
negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok 
Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi 
sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan 
pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR 
untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen 
Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara 
unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat 
sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak 
menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang 
otoriter di bawah label “Demokrasi Terpimpin”. Dia juga menggeser 
kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung
 para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi 
resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut 
berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika 
untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat 
kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia 
(PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di 
dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah 
menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di 
negara-negara lainnya.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal 
tersebut adalah sebuah “rencana neo-kolonial” untuk mempermudah rencana 
komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan 
Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh 
imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah 
kepada negara Inggris dan Australia untuk mempengaruhi perpolitikan 
regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan 
Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetab Dewan Keamanan PBB,
 presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari 
keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi 
Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai 
tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian 
mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang 
dibantu oleh Inggris).
Nasib Irian Barat Konflik Papua Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan 
terhadap belahan barat pulau Nugini (Irian), dan mengizinkan 
langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian 
kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan 
Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian
 pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan 
Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat 
menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan 
Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan 
Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadapa Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
Gerakan 30 September / G30 S PKI
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang 
dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan 
persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan 
Kelima” dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer 
menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya 
dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana 
yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat 
itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI.
 Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. 
Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian 
dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang 
paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya 
adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada 
tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk 
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam 
kegiatan-kegiatan PBB”, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 
September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama 
kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
 sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara 
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan 
secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari 
jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru 
memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan 
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi 
militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama 
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian 
sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi 
yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang
 kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia 
juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui 
korupsi yang merajalela.
Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan 
“Act of Free Choice” (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di 
mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian 
diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus 
akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum
 PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. 
Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan 
aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya 
setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih 
terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang 
menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
Timor Timur
Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di 
pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari 
pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di 
Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 
1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang 
dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT,
 menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi 
untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia,
 yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan 
persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap 
dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan 
minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 
200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan 
lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada 
dalam wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri 
dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 
99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk 
merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak 
militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti 
merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang menintegrasikan 
Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) 
mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga 
kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002.
Krisis ekonomi
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie. Pada 
pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia 
(untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau 
terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas 
ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat 
tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya 
dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah 
gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang 
menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, 
tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto 
kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi 
presiden ketiga Indonesia.
Era reformasi Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas 
pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter 
Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan 
ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi 
kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI 
Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi
 pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh 
suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya selalu menjadi pemenang 
pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan 
pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman 
Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid 
sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 
tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional 
pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 
2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan 
perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping 
ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga 
menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, 
Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor
 Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan 
para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah 
kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan 
menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan 
politik yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid 
memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan 
demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri 
dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan 
dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam 
pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan 
kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati 
mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo 
Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah 
baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan 
tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember
 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain 
pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara
 pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan 
mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
 
Mungkin sekian informasi yang dapat admin berikan buat Sobat pembaca 
semua, mudah-mudahan apa yang telah disampaikan diatas dapat bermanfaat 
dan dan dapat menambah wawasan pengetahuan Sobat semua tentang Negara 
Indonesia. Terakhir Admin berharap kita semua dapat mencintai dan 
melestarikan budaya yang ada di Negara Indonesia kita tercinta ini. Yuk 
mari kita isi kemerdekaan yang telah kita capai dengan hal-hal yang 
positif. Aku cinta Negeriku Indonesia.